Kamis, 10 Juli 2008

Proses Lolosnya Tujuh Anggota LPSK
[10/7/08]

Tujuh nama terpilih dari empat belas calon anggota LPSK akan “diboyong” ke Bamus. Setelah itu, ketua DPR dapat mengajukannya ke presiden untuk segera disahkan dan dilantik.

Sempat tertunda setahun, akhirnya uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon anggota Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) tereksekusi. Empat belas nama yang muncul, mengerucut menjadi tujuh dalam waktu tiga hari saja. Komisi III DPR menguji keempat belas calon tersebut mulai Senin (07/7) hingga Rabu (09/7). Hari pertama enam calon, hari kedua empat, dan terakhir juga empat.

Berbagai materi pertanyaan dilontarkan. Seringkali anggota dewan menghubung-hubungkan pertanyaan dengan latar belakang si calon. Seperti Teguh Sudarsono –salah satu calon dari unsur Polri- yang ditanyai berulangkali mengenai stigma polisi sebagai penegak hukum yang buruk, padahal ia mau menjadi anggota LPSK.

Atas pertanyaan-pertanyaan yang sedikit nyelekit itu, Teguh dengan getir mengatakan bahwa tidak adil mencap semua polisi buruk karena menurutnya masih banyak juga polisi yang baik. “Mohon dalam fit and proper test ini saya tidak digeneralisir dengan polisi-polisi berstigma buruk seperti itu,” katanya.

Contoh lain, Yoostha Silalahi. Ia ditanyai seputar kontribusi apa yang dapat diberikan imigrasi untuk membantu kerja LPSK, mengingat latar belakang Yoostha yang sudah cukup lama bergelut di bidang keimigrasian Depkumham. “Nantinya perwakilan imigrasi Indonesia di luar negeri dapat menampung dan meneruskan klaim-klaim Warga Negara Indonesia (WNI) di sana,” gagas Yoostha.

Dua orang ini adalah kontestan hari terakhir bersama RM Sindhu Krishno yang juga pensiunan PNS dan Sugiyanto Andreas (pensiunan Polri). Sebenarnya, masih ada beberapa unsur lainnya, seperti advokat, LSM, jurnalis, akademisi, dan kejaksaan. Namun, mereka kebagian menjalani fit and proper test dua hari sebelumnya. Setelah berlangsung empat sesi selama tujuh setengah jam dipotong rehat, akhirnya tiba pemungutan suara. Dari 48 anggota dewan, enam orang tidak bisa hadir. “Jadi, hanya 42 orang yang memberikan suaranya,” kata Trimedya Panjaitan selaku pimpinan sidang.

Satu per satu anggota dewan dipanggil dan memasukan kertas suara ke dalam kotak. Di tengah-tengah pemungutan, dua orang anggota dewan, Benny K Harman dan Aulia Rachman datang. Tapi, mereka tidak diberi kertas suara. Trimedya hanya sekedar menginformasikan kedatangan kedua anggota dewan.

Usai pemungutan, penghitungan kertas suara disaksikan oleh wakil tujuh fraksi. Ada 42 kertas suara yang masing-masing berisi empat belas nama calon anggota LPSK. Anggota dewan yang memberikan suara harus memilih tujuh kandidat, tidak boleh kurang atau lebih. Isi kertas suara dibacakan satu per satu diiringi ketukan palu Trimedya, sebagai penanda sahnya kertas suara tersebut.

Berdebat Gara-Gara Telat

Ketika ingin diakumulasikan, tiba-tiba Trimedya menanyakan kepada seluruh anggota dewan yang hadir, apakah Benny dan Aulia dapat berkontribusi memberikan suara berhubung keduanya ngotot ingin gunakan hak suaranya. “Saya datang sebelum acara usai dan pak ketua tau itu. Jadi, saya menuntut hak saya untuk memberikan suara,” kata Benny.

Sempat terjadi perdebatan lama karena sebagian anggota dewan tidak setuju kedua orang yang terlambat itu memberikan suara di tengah-tengah penghitungan suara. Di tengah perdebatan itu, Trimedya mengatakan karena hal ini tidak diatur dalam tata tertib pleno, maka sebaiknya dilakukan voting. Panda Nababan tetap tidak setuju. Ia bersikeras Benny dan Aulia tidak bisa menggunakan hak suaranya, kecuali pemungutan suara ini benar-benar diulang dari awal. “Ketua, kalau ada yang terlambat pemilihan harus diulang lagi,” katanya.

Tapi, Trimedya mengambil jalan tengah dengan tetap melakukan voting untuk menentukan apakah dua anggota dewan yang terlambat ini boleh memberikan suara atau tidak. Ternyata sebagian besar mereka menyetujui, sehingga dua orang ini langsung diberi kertas suara untuk memilih. Alhasil, jumlah pemilih yang semula 42 orang bertambah menjadi 44 orang. Sebenarnya sama sekali tidak merubah substansi, karena tetap saja tujuh orang terpilih tidak berubah kedudukannya. Tujuh calon terpilih, dua berasal dari unsur Polri, dua dari LSM, satu advokat, akademisi, dan PNS.

Calon Terpilih

Latar Belakang

Jumlah Suara

Teguh Soedarsono

Pensiunan Polri

44

Abdul Haris Semendawai

LSM

43

Myra Diarsi

LSM

42

I Ktut Sudiharsa

Pensiunan Polri

26

Lies Sulistiani

Dosen

26

Lili Pantauli

Advokat

22

RM Sindhu Krishno

Pensiunan PNS

21

Dengan ini, Trimedya menutup perhelatan dan mengatakan bahwa nama-nama yang terpilih akan dilaporkan ke Badan Musyawarah (Bamus). Ia berharap agenda akan berjalan sesuai rencana, dan pada Selasa (15/7) mendatang sudah disetujui di Rapat Paripurna DPR. Selanjutnya DPR mengirimkan ketujuh nama tersebut kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai anggota LPSK.

Trimedya mengatakan akan berkolaborasi dengan Menhukham untuk memantau kerja tujuh anggota LPSK ini karena seleksi awal dilakukan oleh Dephukham. Selain itu, politisi PDI Perjuangan ini berharap agar tujuh orang yang ditetapkan DPR ini tidak begitu mengecewakan nantinya. “Karena konfigurasi yang disyaratkan UU No.13 Tahun 2006 tidak bisa terpenuhi. Harus ada unsur Depkumham, kepolisian, kejaksaan, LSM, advokat, dan akademisi”.

Tapi, walau semua unsur tidak terpenuhi, Koalisi Perlindungan Saksi yang sedari awal memantau proses pemilihan calon anggota LPSK ini cukup senang dengan terpilihnya empat calon rekomendasi mereka. Abdul Haris Semendawai, Myra Diarsi, I Ktut Sudiharsa, dan Lies Sulistiani.

Tiga orang sisanya, menurut Emerson Yuntho yang ditemui bersama kolega-koleganya usai penghitungan suara, memang sama sekali tidak ada dalam prediksi mereka. Namun, bukan berarti tidak layak. Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW ini mengatakan mereka memiliki tiga kategori, sangat rekomendasi, rekomendasi, dan tidak rekomendasi. “Empat orang itu berada dalam kategori sangat rekomendasi koalisi,” katanya.

Pokoknya siapapun yang sudah terpilih, menurut Indria Fernida, harus menjalankan tugasnya dengan baik karena ekspektasi korban pelanggaran HAM, korupsi, dan pidana khusus lainnya begitu besar terhadap lembaga ini. Selain itu, LPSK ini adalah lembaga pertama dan cukup strategis. Makanya, ada satu prioritas yang menurut koalisi harus ditekankan. “Untuk bekerja sama, berhadapan, langsung dengan korban, bahkan mulai mengenal korban sejak awal,” pungkas Kepala Bidang Operasional Kontras ini.

(Nov)

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19684&cl=Berita

Tidak ada komentar: