Rabu, 10 Desember 2008

KY Khawatir Ada Upaya Deligitimasi RUU MA

[10/12/08]
Ada tiga pasal yang krusial yang wajib disinkronkan yakni pengawasan, mekanisme seleksi, dan soal majelis kehormatan.
RUU Mahkamah Agung (MA), RUU Komisi Yudisial (KY), dan RUU Mahkamah Konstitusi (MK) adalah satu paket yang “lahir” berkat Putusan MK terkait kewenangan KY dalam mengawasi kalangan hakim. Ketiga RUU tersebut kini tengah dibahas di DPR, kebetulan ketiganya digodok di Komisi III yang membawahi bidang hukum dan HAM. Karena satu paket dan didasari oleh desakan terhadap materi yang sama, yakni pengawasan hakim, pembahasannya pun seyogyanya secara bersamaan.
Namun, kenyataan tidak sesuai harapan. Pembahasan paket RUU itu terkesan berjalan sendiri-sendiri. Sinkronisasi materi RUU, khususnya RUU MA dan RUU KY, pun tidak berjalan. Uniknya, kritik justru datang dari internal Komisi III. Gayus T. Lumbuun mengatakan pembahasan dua RUU tersebut jauh dari harapan. RUU MA dibahas lebih awal, menyusul RUU KY, sedangkan RUU MK belum dibahas sama sekali.
“Artinya sebelumnya belum pernah kuorum, dan baru hari ini kuorum, tetapi kuorumnya pas-pasan,” kata Gayus, mengambarkan situasi pembahasan di Komisi yang saat ini dipimpin Trimedya Panjaitan.
Ketimpangan waktu pembahasan antara satu RUU dengan RUU lainnya, menurut Gayus, menyulitkan proses sinkronisasi. Sebagai contoh, Gayus menyebut ketentuan tentang kewenangan rekrutmen hakim agung antara KY dan MA. Sebagaimana diketahui, kewenangan KY terkesan dibatasi karena berlaku ketentuan 3:1 dalam rekrutmen hakim agung.
“Lembaga yang lebih dominan itu KY bukan MA, MA hanya mengusulkan, masyarakat juga hanya mengusulkan, KY yang memutuskan, ini terpaksa berubah karena dalam RUU MA sudah disetujui, dan KY harus mengikuti aturan yang sudah disetujui dalam RUU MA sebelumnya,” ujar politisi dari PDIP ini.
Politisi PDIP lainnya, Eva Kusuma Sundari menangkap kesan pembahasan RUU MA lebih dikebut dibandingkan dua RUU lainnya. Jika RUU MA benar-benar disahkan lebih awal, Eva khawatir pembahasan RUU KY “tersandera”. Artinya, RUU KY mau tidak mau akan mengikuti substansi RUU MA jika sudah disahkan. “Saya heran banyak kesepakatan yang berubah dan terkesan ada kejar tayang dalam pembahasannya,” ungkapnya.
Ketua KY Busyro Muqoddas menanggapi enteng fakta yang diungkapkan Gayus dan Eva. Menurut Busyro, waktu pembahasan RUU KY adalah kewenangan sepenuhnya Komisi III. Kalaupun RUU MA didahulukan dari RUU KY, Busyro menyerahkan pada kebijakan Komisi III. “Jadi, mereka (Komisi III, red.) yang bertanggung jawab kepada publik dan bangsa ini,” katanya.
Meskipun terkesan pasrah, Busyro tetap mempertanyakan sikap pemerintah dan DPR, khususnya Komisi III, apakah masih menghendaki adanya KY atau tidak. Menurutnya, jika RUU MA didahulukan maka akan memunculkan kesan KY tidak lagi diharapkan. Sebaliknya, pembahasan RUU MA seharusnya dilakukan bersamaan jika memang KY masih dipandang penting.
Busyro berharap sikap Komisi III yang terkesan mementingkan RUU MA bukanlah upaya deligitimasi DPR terhadap eksistensi KY. “Sebagai instrumen demokrasi untuk mendemokrasikan badan peradilan, dengan tidak mensinkronkan secara sengaja,” katanya.
Sementara itu, Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mendesak agar Komisi III memperhatikan aspek sinkronisasi dalam pembahasan RUU MA dan RUU KY. “RUU MA jangan terburu-buru disahkan,” tegasnya.
Emerson berharap pembahasan yang satu disinkronkan dengan pembahasan yang lain, agar tidak tumpang tindih. “Makanya, salah satu poinnya menunda pengesahan RUU MA ini sebelum proses pembahasan di kedua RUU lainnya (RUU KY dan RUU MK) selesai,” ujarnya. Menurut Emerson, ada tiga pasal yang krusial yang wajib disinkronkan yakni pengawasan, mekanisme seleksi, dan soal majelis kehormatan. 

(Fat)

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=20681&cl=Berita

Tidak ada komentar: