Selasa, 16 Desember 2008

Romli Atmasasmita Persoalkan Subyektivitas ‘Bukti yang Cukup’

 

[16/12/08]

Penahanan Romli dinilai prematur, tidak penuhi unsur “bukti yang cukup” dalam Pasal 21 KUHAP. JPN berdalih, keterangan 13 saksi dan bukti-bukti surat sebanyak 806 lembar sudah cukup dijadikan sebagai dasar penahanan.

Tidak sreg dengan penahanan dan penetapannya sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek Sistem Informasi Badan Hukum (Sisminbakum), mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham Romli Atmasasmita mengajukan permohonan praperadilan (24/11).

Senin siang (15/12), sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dengan Ketua Majelis Hakim Suharto diawali dengan pembacaan kronologis versi pemohon –Romli yang diwakili penasehat hukumnya. Mulai dari penetapan Romli sebagai tersangka sampai penahanan yang dianggap tidak berdasar bukti yang cukup.

Firman Wijaya, salah satu penasehat hukum pemohon mengatakan ada yang janggal dalam penahanan dan penetapan Romli sebagai tersangka. Walau sudah beberapa kali disampaikan, dalam sidang praperadilan ini penasehat hukum mengaku sudah mempersiapkan saksi dan bukti. “Diantaranya Todung Mulya Lubis dan Muladi,” katanya. Kedua saksi ini akan mempertegas dugaan Romli terhadap adanya skenario penahanan dan penetapannya sebagai tersangka.

Seperti diketahui, usai pemeriksaan pertama yang diikuti langsung dengan penahanan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) ini sempat menyatakan ada skenario di balik penahanan terhadap dirinya. Romli mengaku, ia mendengar informasi itu dari orang “dalam” Kejaksaan Agung.

Ternyata informasi itu datang dari Mantan Menteri Kehakiman Muladi yang bertemu Wakil Jaksa Agung Mochtar Arifin dalam suatu acara di Istana Negara. Ketika itu, Romli sedang berada di Korea Selatan. Todung yang mendapatkan info penetapan Romli sebagai tersangka dari Muladi, langsung menelepon Dosen Hukum Pidana Pasca Sarjana Unpad ini. Dan, saat itu pula Romli mengkonfirmasinya ke Muladi. Benar saja, Muladi mengamini dan membeberkan asal-muasal informasi itu ia dapatkan.

Dugaan skenario ini semakin dipertajam dengan rilis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Efendi -ke media- mengenai penetapan Romli sebagai tersangka. Itu tercatat dalam Harian Tribun Jabar tertanggal 15 Oktober 2008. Padahal, papar Firman, baru 21 Oktober 2008 saksi-saksi diperiksa.

Selain dipertajam dengan rilis, penasehat hukum menduga ada konflik kepentingan (conflict of interest) antara Marwan dengan Romli, mengingat ia pernah mengeluarkan penyataan kalau disertasi Marwan dalam program doktor adalah jiplakan.

Kemudian, untuk Surat Perintah Penyidikan bernomor 57/F.2/Fd.1/10/2008 sendiri, keluar 31 Oktober 2008. Dilayangkannya surat perintah ini diikuti dengan pemanggilan Romli untuk pemeriksaan sebagai tersangka. Dengan surat pemanggilan bernomor SPT-1903/F.2/Fd.1/10/2008 ini, akademisi yang juga dikenal sebagai penggiat anti korupsi ini direncanakan hadir memenuhi panggilan pada tanggal 6 November 2008. Namun, urung karena Romli sehari sebelumnya baru saja pulang mengikuti Konvensi Anti Korupsi Internasional di Athena, Yunani.

Makanya, Romli kembali dipanggil tanggal 10 November 2008. Dua puluh tiga pertanyaan dilontarkan penyidik seputar identitas, riwayat pekerjaan, pendidikan, tugas, kewenangan, dan tanggung jawab Romli sebagai Dirjen AHU periode 2000-2002. “Baru sebatas itu, sehingga tidak ada alasan yuridis yang dapat dikualifikasikan ke dalam unsur Pasal 21 ayat (1) KUHAP mengenai ‘dugaan keras tindak pidana’ dan ‘bukti yang cukup’ untuk menahan seseorang, selain karena ancaman hukuman lima tahun ke atas,” papar Firman.

Pasal 21 KUHAP

(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Menurut Firman, berdasarkan pasal ini, untuk menahan seseorang haruslah memiliki “bukti yang cukup”, sehingga unsur “diduga keras” juga dapat terpenuhi. Nah, penasehat hukum menganggap 13 orang saksi dan 806 dokumen-dokumen yang dinyatakan penyidik Kejaksaan Agung ini bukan sebagai “bukti yang cukup”. Itu karena bukti-bukti yang dianggap cukup tersebut tidak pernah dapat ditunjukkan oleh penyidik.

Dengan demikian, sampai saat ini pihak Romli menolak keras penahanan dan meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penahanan No.Print-47/F2/Fd.1/11/2008 tanggal 10 November 2008 tidak sah dengan segala akibat hukumnya. Selain itu, hakim juga diminta untuk memutus Romli bebas dari Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI.

Atas permohonan praperadilan ini, Kejaksaan Agung sebagai pihak termohon menolak segala dalil yang dikemukakan pemohon. Wisnu Baroto, salah satu jaksa penasehat hukum negara (JPN) mengatakan bahwa mereka telah meminta keterangan 13 orang saksi dan memiliki bukti surat sebanyak 806 lembar dokumen. Bukti-bukti ini sudah dianggap cukup untuk melakukan penahanan.

Lagipula, dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, lanjut Wisnu, tidak dijelaskan pengertian “bukti yang cukup” itu, sehingga penafsirannya diserahkan dalam praktek penegakan hukum. Secara teknis peradilan, hakimlah yang berwenang menentukan cukup atau tidaknya bukti, bukan penyidik atupun penuntut. Namun, dalam porsi atau tahapan penyidikan, cukup atau tidaknya bukti tegantung subjektivitas penyidik. “Yang berarti pada penyidikan tentu sudah dianggap cukup bukti apabila telah ditemukan batas minimum pembuktian yang dapat diajukan nanti di depan sidang sesuai alat-alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP,” jelas Wisnu.

Dua orang saksi dan bukti dianggap Wisnu sudah dapat dikatakan sebagai “bukti yang cukup”. “Ini subjektif penyidik. KUHAP minta dua saksi, kita sudah ada 13, malah beserta 806 lembar dokumen. Masa’ ini tidak cukup?” tukas Wisnu usai sidang praperadilan. “Kalau itu tidak cukup menurut subjektivitas dia (pihak Romli), menurut subjektivitas kita cukup,” imbuhnya.

Wisnu mengartikan subjektif itu tentunya sikap batin yang tidak diketahui oleh siapapun, kecuali orang itu sendiri. Tapi, tanpa mengabaikan alasan objektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

Lalu, untuk dalil-dalil lainnya, seperti dugaan skenario, sama sekali tidak ditanggapi JPN karena akan dibuktikan nanti ketika pesidangan. “Dan ini juga tidak berkaitan dengan wewenang Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus sebagaimana dalam Pasal 77 KUHAP,” tukas Wisnu. Untuk itu, hakim diharap berkenan memberikan putusan menerima jawaban termohon dan menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya. Selain itu, menyatakan Perintah Penahanan No.Print-47/F2/Fd.1/11/2008 tanggal 10 November 2008 adalah sah.

Tugas akademik

Harapan lain yang dituju atas pembebasan Romli adalah ia dapat melakukan aktivitas akademisnya seperti semula. Frans Hendra Winata, juga salah satu penasehat hukum Romli, mengatakan masih ada tugas-tugas pendidikan dan kemasyarakatan yang cukup padat dan diamanahkan kepada Romli. Sampai saat ini, Romli masih menjadi dosen untuk setidaknya delapan mata kuliah di Unpad. “Selain itu, Romli juga membimbing tesis dan disertasi untuk sekitar 40 orang mahasiswa Pascasarjana dan Doktoral,” paparnya.

Lalu, apa tanggapan pihak termohon. Wisnu mengatakan penahanan yang diberlakukan kepada Romli tidak menghalangi tugasnya sebagai dosen karena tugas itu bisa diserahkan kepada asisten atau dosen lain. Untuk tugas Romli sebagai pembimbing tesis dan disertasi, menurut Wisnu dapat dilakukan di Rumah Tahanan, sebagaimana yang pernah dilakukan salah seorang guru besar Unpad di Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri saat sedang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalah urusan perizinan, pihak termohon (Kejaksaan Agung) telah memberikan izin kepada mahasiswa Romli untuk bertemu. “Dapat digunakan untuk melakukan bimbingan, sehingga tidak terganggu tugas-tugas pemohon (Romli) dalam membimbing mahasiswa pasca sarjana dan program doktoral,” pungkas Wisnu.

(Nov)


http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=20721&cl=Berita

Tidak ada komentar: