Rabu, 26 November 2008

LSM Waspadai Calon Pesanan Pemerintah

LSM Waspadai Calon Pesanan Pemerintah
Komisi Informasi 
[25/11/08]

Komposisi wakil pemerintah yang mencapai 50% dikhawatirkan akan mengganggu independensi KI secara kelembagaan. Pansel bantah ada pesanan.

Jika sebelumnya Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Informasi Pusat (Pansel) mengeluhkan minimnya jumlah serta kualitas pendaftar, kalangan LSM justru mempersoalkan komposisi. Koalisi LSM Kebebasan Memperoleh Informasi mencium gelagat pemerintah yang hendak “mematok” porsi 50% wakil pemerintah dalam formasi Komisi Informasi Pusat (KI).

“Upaya pemerintah "memesan" 50 % wakilnya jelas merupakan wujud intervensi kepada Pansel, sekaligus merusak obyektifitas seluruh instrumen seleksi, mulai tahap administrasi hingga fit and proper test,” ujar anggota Koalisi dari ICW Agus Sunaryanto.

Agus menyadari pangkal masalahnya memang terletak di UU Kebebasan Informasi Publik. Pasal 25 ayat (1) menyatakan formasi anggota KI berjumlah tujuh orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan masyarakat. Sayang, pasal tersebut tidak memperinci berapa proporsi antar wakil pemerintah dan masyarakat yang dimaksud. Namun begitu, Agus berpendapat proporsi keterwakilan tetap harus ditentukan melalui proses seleksi yang kompetitif, obyektif, transparan dan akuntabel.

Indikasi yang muncul justru sebaliknya. Pemerintah mengisyaratkan berniat menguasai setengah dari formasi KI. Kondisi ini, menurut Agus, bisa menyulitkan upaya mencari sosok calon anggota KI yang ideal. Padahal, untuk memperjuangkan kepentingan publik dalam memperoleh informasi, dibutuhkan anggota KI yang memiliki kapabilitas dan integritas yang tinggi. Selain itu, 50% wakil pemerintah dikhawatirkan juga mengganggu independensi KI secara kelembagaan.

”Waspadai upaya pembajakan oleh Partai Politik maupun kelompok kepentingan lain yang tidak memiliki kompentensi dalam memperjuangkan akses publik terhadap informasi,” papar Agus ketika membacakan himbauan Koalisi terhadap Pansel.

Anggota Koalisi dari Imparsial Rusdi Marpaung mempersoalkan proses di Pansel yang dinilai tidak memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Sejauh ini, Rusdi melihat akses publik terhadap informasi para calon anggota KI sangat minim. Pengumuman 243 calon yang telah lolos seleksi administrasi 14 November 2008 lalu pun hanya menampilkan nama calon.

Kondisi ini, menurut Rusdi, bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UU KIP yang memberi ruang bagi masyarakat untuk mengajukan pendapat dan penilaian. Ayat yang sama bahkan menegaskan bahwa pengumuman harus disertai dengan alasan kenapa calon tersebut lolos seleksi. Anehnya, Pansel justru “berkreasi” membuka pintu masukan masyarakat ketika calon tersisa 63 orang.

Sesuai tahapan yang ditetapkan, setelah seleksi administrasi, Pansel selanjutnya akan menjaring 63 orang. Kemudian melalui ujian pembuatan karya ilmiah dan wawancara akan tersaring 21 orang nama yang selanjutnya akan diserahkan ke DPR untuk mengikuti fit and proper test di DPR.

“Seharusnya, Sekretariat Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Panitia Seleksi memberikan masyarakat akses informasi (mempublikasikan), minimal biodata para calon yang telah lolos seleksi administrasi,” ujar Rusdi.

Penentuan di DPR

Dikonfirmasi, Ketua Pansel Paulus Wirutomo tegas membantah ada pesanan ataupun campur tangan pemerintah, termasuk dalam hal komposisi. Paulus menyatakan Pansel menjalankan tugas secara independen dan hanya mengacu pada undang-undang. Menurutnya, komposisi wakil pemerintah yang lebih banyak dari masyarakat belum tentu akan memunculkan masalah. Sebaliknya, komposisi wakil masyarakat yang lebih dominan juga tidak menjamin KI lebih independen.

“Komposisi enam masyarakat satu pemerintah juga bukan berarti tidak akan ada masalah,” tukasnya. Ketua Departemen Sosiologi FISIP UI ini mengatakan Pansel hanya menjalankan seleksi awal, sedangkan babak penentuan justru ada di DPR.

Soal pengumuman yang tidak mencantumkan biodata, Paulus mengemukakan alasan teknis. “Bagaimana mungkin mengumumkan 243 nama plus biodatanya di media, siapa yang mau bayar?” ungkapnya. Kalau akses publik yang dipersoalkan, Paulus mempersilahkan datang ke Pansel bagi siapapun yang ingin melihat data lengkap para calon anggota KI.

Anggota Komisi I DPR Dedy Djamaluddin Malik mengatakan seyogyanya komposisi KI lebih banyak wakil masyarakat. Sebagai perbandingan, Dedy menyebut komposisi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang juga dibidani oleh Komisi I DPR. Komposisi KPI memang didominasi oleh unsur non pemerintahan. "Harusnya 60-40," usulnya. Menurut Dedy, Komisi I berencana meminta keterangan Pansel seputar proses seleksi serta kriteria penilaian, sebelum 21 calon diserahkan ke DPR.

(Rzk/Fat)

http://hukumonline.com/detail.asp?id=20567&cl=Berita

Tidak ada komentar: