Jumat, 28 November 2008

Persidangan “Cap Kaki Tiga” Dihentikan

[27/11/08]

Majelis hakim menilai pokok permasalahan gugatan adalah wanprestasi bukan lisensi merek. Sinde Budi Sentosa menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri Bekasi.
Perseteruan lisensi merek “cap kaki tiga” antara PT Tiga Sinar Mestika dan PT Sinde Budi Sentosa untuk sementara berakhir. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak mengadili gugatan yang diajukan Tiga Sinar Mestika selaku kuasa substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co Pte Ltd. “Pengadilan Niaga tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut,” kata ketua majelis hakim Sir Johan saat membacakan putusan sela, Rabu (26/11) kemarin.
Pasalnya, materi gugatan Tiga Sinar Mestika tidak masuk dalam kompetensi Pengadilan Niaga. Majelis hakim menilai pokok permasalahan gugatan adalah wanprestasi bukan lisensi merek. “Penggugat mengakui adanya kerja sama sehingga jika ada yang tidak dipenuhi berarti wanprestasi,” kata Sir Johan. Karena tergolong sebagai perkara perdata biasa, majelis menyatakan gugatan seharusnya diperiksa dan diadili oleh pengadilan negeri.
Pertimbangan majelis hakim tersebut sesuai dengan eksepsi yang diajukan Sinde Budi dalam jawabannya. Kuasa hukum Sinde Budi dari Hotma Sitompoel & Associates menyatakan gugatan prematur. Sebelum gugatan diajukan, keabsahan perjanjian antara Tiga Sinar Mestika dan Sinde Budi Sentosa harus dibuktikan lebih dulu. Nah, yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili keabsahan perikatan adalah pengadilan umum.
Dalam gugatan yang dilayangkan September lalu, Tiga Sinar Mestika menuntut agar Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan, pemasaran dan pendistribusian produk merek cap kaki tiga. Gugatan dilayangkan lantaran Sinde Budi tidak membayar royalti lisensi merek cap kaki tiga. Selain itu, Sinde Budi dituding tidak menyampaikan laporan produksi dan penjualan produk secara periodik, serta menghilangkan logo “Kaki Tiga” dari kemasan produk.
Menurut penggugat, permasalahan timbul lantaran perjanjian lisensi merek tidak dibuat secara tertulis. Padahal perjanjian kedua perusahaan tersebut telah dijalin sejak 1978. Sejak benih perselisihan muncul pada tahun 2000, kedua belah pihak sudah berusaha berembug untuk merumuskan perjanjian lisensi. hingga 2008 tidak terdapat titik temu. Dengan begitu, penggunaan Cap Kaki Tiga tidak sah sebab tidak ada perjanjian lisensi tertulis sehingga hubungan hukum kedua perusahaan juga tidak sah.
Menanggapi putusan, Andi F. Simangunsong menyatakan majelis hakim sudah berfikir jernih dalam memahami gugatan tersebut. “Terus terang saya surpise dan senang,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon kemarin. Sementara, saat dihubungi telepon kuasa hukum Tiga Sinar Mestika, John H. Waliry tidak aktif.
Gugat balik
Untuk menguji keabsahan perjanjian, Sinde Budi Sentosa menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri Bekasi. Alasannya Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain. Dalam gugatan yang didaftarkan akhir Oktober lalu, Sinde Budi menilai pengakhiran itu tidak sah.
Dalil itu mengacu pada pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.
Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai kompensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.
Selain itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan (loss profit) sebesar 5% dari total omset per tahun selama 10 tahun yaitu Rp200 miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.
Rencananya, persidangan perdana perkara ini akan digelar di Pengadilan Negeri Bekasi pada awal Januari 2009. 

(Mon)

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=20586&cl=Berita

Tidak ada komentar: