Senin, 10 November 2008

Pengadilan Tinggi Perkuat Kemenangan Konsumen, Delay Pesawat

Pengadilan Tinggi Perkuat Kemenangan Konsumen
Delay Pesawat:
[7/11/08]

Klausula baku pengalihan tanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat delay atau keterlambatan pengangkutan batal demi hukum.


Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum PT Lion Mentari Airlines membayar ganti rugi Rp718.500 kepada David M.L. Tobing. Situs Pengadilan Tinggi mencantumkan status perkara ini yang sudah diputus oleh majelis hakim pada 22 September lalu. Soeparno, Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta langsung memimpin perkara ini.



Meskipun belum inkracht, putusan ini menambah daftar ‘keberhasilan’ David memperjuangkan hak-hak konsumen lewat meja hijau. Sebelumnya, sebagai advokat, ia memenangkan gugatan kliennya atas perkara kehilangan kendaraan di lokasi parkir. Sebagai pribadi, ia tercatat pernah memenangkan gugatan atas pembukaan informasi susu yang terinfeksi bakteri. Ia juga menang melawan Pemda DKI Jakarta dalam kasus kenaikan tarif parkir.



Zaki, pengacara yang ikut menjadi kuasa Lion Air di tingkat pertama enggan memberikan tanggapan atas putusan. “Mohon maaf, saya sudah bukan kuasa hukum Lion,” katanya lewat pesan singkat.



Sebaliknya dengan penggugat. Ketika dihubungi, David mengaku sudah mendengar adanya putusan Pengadilan Tinggi tersebut. Putusan itu bukan saja menggembirakan bagi dirinya, tetapi juga bagi banyak penumpang pesawat yang dirugikan oleh pelayanan buruk maskapai penerbangan. “Ini menjadi preseden yang baik bagi konsumen penerbangan,” ujarnya.



Dalam salinan putusan yang diperoleh hukumonline, diketahui bahwa majelis hakim banding mengambil alih pertimbangan hakim tingkat pertama dan menjadi dasar pertimbangan. “Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 309/Pdt.G/PN. Jkt. Pst tanggal 28 Januari 2008 yang dimohon banding tersebut,” demikian salah satu amar dari majelis banding.



Dalam pertimbangannya, majelis mengakui bahwa tergugat Lion Air sudah mengajukan permohonan banding dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta syarat yang ditentukan undang-undang. Permohonan banding diajukan pada 6 Februari 2008. Panitera PN Jakarta Pusat juga sudah memberitahukan adanya permohonan banding itu kepada penggugat pada 2 Mei 2008. Namun, hingga perkara ini diputus ternyata tergugat tidak mengajukan memori banding.



Lantaran tergugat tidak mengajukan memori banding, majelis hakim merasa kesulitan mengetahui dalil permohonan banding. “Majelis tingkat banding tidak bisa mengetahui alasan hukum apa yang menjadi dasar pembanding semula tergugat menyatakan banding atas putusan perkara aquo dan pertimbangan majelis hakim tingkat pertama manakah yang dianggap keliru”. Majelis akhirnya mengambil alih pertimbangan hakim tingkat pertama.



Suara konsumen tentang pelayanan maskapai penerbangan, baik sekedar keluhan di surat pembaca dan komplain langsung ke petugas di bandara maupun gugatan ke meja hijau mendorong Departemen Perhubungan bersikap. Menteri Perhubungan menerbitkan Peraturan No. 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Pasal 36 beleid ini menegaskan keterlambatan karena kesalahan pengangkut tidak membebaskan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal terhadap pemberian kompensasi kepada calon penumpang. Bentuk kompensasi tersebut disesuaikan. Keterlambatan lebih dari 30 menit sampai 90 menit, maskapai wajib memberikan minuman dan makanan ringan. Dari 90 menit hingga 180 menit, yang diberikan adalah minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya. Kalau lebih dari 180 menit, selain kompensasi tadi, maskapai penerbangan juga wajib menyediakan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada pada penerbangan hari berikutnya.



Keputusan Menteri Perhubungan ini merupakan salah satu upaya mendorong perusahaan penerbangan untuk memperhatikan pelayanan konsumen penerbangan. Dalam praktik, selain soal keterlambatan atau penundaan keberangkatan, keselamatan penumpang juga masih sering dipertanyakan.



Malah, insiden demi insiden penerbangan yang terjadi belakangan membuat Direktorat Perhubungan Udara Departemen Perhubungan melakukan pemeriksaan hingga ke perusahaan perawatan pesawat terbang. Tetapi pernahkah Ditjen Perhubungan Udara memeriksa pelayanan maskapai penerbangan kepada konsumen baik pada saat keberangkatan atau kedatangan? Bagaimana Ditjen menangani keluhan-keluhan konsumen yang disampaikan langsung atau melalui surat pembaca? Bila keluhan konsumen tak tertangani dengan baik, bisa-bisa berujung ke pengadilan. Itu pula yang akhirnya ditempuh David M. L Tobing.

(Mys/M-4)

http://hukumonline.com/detail.asp?id=20454&cl=Berita

1 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan (karena terindikasi gratifikasi di Polda Jateng serta pelanggaran fidusia oleh Pelaku Usaha). Inilah bukti inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.
Quo vadis hukum Indonesia?

David
(0274)9345675